KEKONYOLAN
SAAT PKPT
Berbagai bentuk barang
bawaan wajib PKPT sangat membingungkanku saat itu. Yang pertama adalah kresek
(kantong plastik) warna kuning besar yang merupakan barang bawaan wajib PKPT
tidak ku temukan di daerahku bahkan di toko-toko besar khusus kresek, akhirnya
saudaraku berinisiatif membuatkanku kresek kuning besar sendiri dari bekas
plastik mentega yang berbentuk persegi panjang besar kemudian disoleti (dibakar
dengan sangat tipis untuk menutup bagian pinggir plastik) sehingga mirip
seperti bentuk kresek aslinya. Kedua adalah harus membawa hasta karya yang
mempresentasikan etnik jurusan masing-masing, awalnya aku ingin membuat gambar
wayang di triplek kemudian aku tempeli dengan kulit telur tapi ketika itu waktu
sudah mepet akhirnya aku membuat tempat pensil dari bekas kaleng rokok yang aku tempeli dengan beras dan kacang
hijau. Untuk mempresentasikan jurusanku yaitu sastra indonesia aku merasa
sedikit kesulitan, dengan apa aku mempresentasikannya sedangkan aku membuat
tempat pensil? akhirnya aku berinisiatif menempeli dengan pita warna merah
putih di kedua ujung tempat pensil tersebut. Untuk barang bawaan yang ketiga
dan seterusnya tidak ada masalah karena membawa bentuk aslinya yaitu payung
lipat, pensil, bulpoint, penghapus, dan buku yang berisi 40 halaman dan
bersampul sesuai warna ID CARD, yang menadi masalah adalah semuanya itu harus
bermerk CSR (Cerita Segala Rasa) dan yang termasuk harus bermerk adalah kresek
kuning besar tadi tetapi harus bermerk SASTRA MBOIS. Aku sempat berpikir akan
mencari barang-barang tersebut sesuai merk yang ditentukan, tetapi setelah
otakku berjelajah memutar dunia aku tidak akan menemukan merk seperti itu
walaupun aku pernah melihat tulisan CSR entah di mana. Ya memang tidak ada merk
yang mirip seperti itu, peserta PKPT memang dituntut untuk membuat merk itu
sendiri. Aku membuat merk tersebut dari skorlet warna kuning yang merupakan
ciri khas sastra mbois. Itulah kesibukanku menjelang PKPT (Pengenalan Kehidupan
Perguruan Tinggi), hari pertama penuh tantangan baru, hari pertama menginjakkan
kaki di Gedung Graha Cakrawala.
Dua hari sebelum hari
PKPT aku sudah berangkat ke Malang. Satu hari rekreasi bersama ke Batu dan
menginap di rumah saudara di daerah klayatan. Tetapi sebelum aku dan keluargaku
melanjutkan perjalanan untuk rekreasi, kami mampir dulu ke tempat tinggal
baruku yaitu ke kost untuk menaruh barang-barangku yang mempersempit ruang di
mobil. Keesokan harinya setelah rekreasi dan bermalam di rumah saudaraku, aku
diantarkan ke kost dan berpisalah aku dan keluargaku pertama kalinya untuk dua
tempat yang jauh.
Senja pertama kalinya
aku bermukim di Malang, aku mulai melangkahkan kakiku untuk mencari
barang-barang yang belum lengkap untuk PKPT besok ke seluruh penjuru Terusan
Ambarawa yang merupakan alamat tempat tinggal baruku. Dan sangat menyesal dan
kecewa layaknya kebiasaan manusia ketika aku melihat di sana-sini banyak orang
yang berjualan kresek besar warna-warni ada yang kuning, merah, ungu dan
lain-lain.
Jam 03.15 aku bangun
untuk makan sahur dan betapa kagetnya aku ketika tiba-tiba gema suara imsak
sudah diputar oleh masjid terdekat dari kostku. Ternyata setelah aku lihat jam
masih jam 03.30. Mungkin adat ta’mir masjid di daerah Terusan Ambrawa
membangunkan orang sahur dengan cara seperti itu agar orang-orang yang malas
bangun segera bangun untuk sahur.
Setelah sahur aku
langsung mandi dan menunggu sampai adzan shubuh berkumandang. Setelah adzan
shubuh berkumandang aku sholat terlebih dahulu baru kemudan langsung
bersiap-siap untuk berangkat PKPT. Dengan santainya aku berjalan di atas aspal
yang lumayan rata pada jam 04.15. Karena tidak punya teman, sambil berjalan aku
mencari teman yang memakai dresscode yang sama dengan aku yang merupakan
lambang bahwa anak itu adalah anak dari fakultas sastra. Dari ujung jalan masuk
ternyata sudah ada kakak-kakak yang memancarkan aurah membunuh siapa yang
terlambat. Kebetulan pada saat itu aku belu mengenakan perlengkapan PKPT,
memang sengaja aku taruh di dalam tas.
“Wooii!! Cepetan
Woii.., perlengkapan PKPT dikeluarkan, dipakai sambil berjalan!!!”
Begitulah kakak-kakak
menakutkan itu memarahi kami. Setelah aku masuk di kerajaan sastra yang
merupakan tema dari PKPT SASTRA pada saat itu, aku baris dengan teman-teman
yang juga terlambat. Ketika aku baris, kak Feronica memberi aku dan
teman-temanku coretan di bagian kolom fase. Aku senang karena itu aku anggap
sebagai absen bahwa aku hadir. Setelah itu aku dan teman-temanku yang terlambat
tadi diperbolehkan bergabung dengan teman-teman yang lain yang tidak terlambat.
Hari pertama semua mahasiswa baru dikumpulkan di Gedung Graha Cakrawala untuk
mendapat sambutan dari pak Rektor dan lainnya.
Hari pertama sudah
berakhir dan ID CARD yang dikumpulkan dikembalikan, kata salah seorang kakak
yang ID CARDnya tidak ada berarti kena fase. Dan sejak itulah aku paham bahwa
fase adalah tugas tambahan. Dan aku kena tiga fase. Pertama karena terlambat,
kedua dan ketiga kesalahannya ada di ID CARD. Kisah yang konyol.
Bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar